Cari Blog Ini

Minggu, 17 Januari 2010

Anda Ingin Tahu Masalah Candidiasi (Keputihan)

What is a Candidiasi (Keputihan)……????
Keputihan, atau dalam istilah medisnya disebut Fluor albus (fluor=cairan kental, albus = putih) atau Leukorhoea, secara umum adalah: keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau, atau malah tidak merasa apa-apa. Kondisi ini terjadi karena tergangggunya keseimbangan flora normal dalam vagina, dengan berbagai penyebab.
Kandidiasis dikenal juga sebagai keputihan atau Pek Tay. Infeksi ini disebabkan oleh jamur candida Albicans. Tempat utama yang diserang jamur ini adalah mulut dan vagina. Keputihan atau dalam bahasa kedokteran disebut leukore atau flour albus, adalah cairan yang keluar dari vagina/liang kemaluan secara berlebihan. Dalam keadaan normal, cairan ini tidak sampai keluar, namun belum tentu cairan yang keluar tersebut merupakan suatu penyakit. Infeksi jamur Candida dapat terjadi pada orang dengan kekebalan normal, pada wanita hamil, penderita diabetes dan pada keadaan kekebalan yang menurun pada AIDS serta penderita kanker leukemia.
Ternyata wanita Indonesia yang pernah mengalami penyakit ini sangat besar. 75% Wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal 1 kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja. Wanita Indonesia banyak yang mengalami keputihan karena hawa di Tanah Air lembab, sehingga mudah terinfeksi jamur candida albican penyebab keputihan. Sedangkan di Eropa, hawanya kering. Banyak perempuan Indonesia yang tidak tahu bagaimana mengobati keputihan dengan bijak. Banyak dari mereka menggunakan obat-obatan yang beredar bebas di pasaran tanpa konsultasi dengan dokter lebih dulu.

Gejala Keputihan
Gejala keputihan dibagi 2 kelompok, yakni: gejala Keputihan yang bukan penyakit (non patologis), dan gejala keputihan yang disebabkan penyakit (patologis).

Gejala keputihan bukan karena penyakit :
• Cairan dari vagina berwarna bening
• Tidak berwarna, Tidak berbau, Tidak gatal
• Jumlah cairan bisa sedikit, bisa cukup banyak
Gejala keputihan karena penyakit :
• Cairan dari vagina keruh dan kental
• Warna kekuningan, keabu-abuan, atau kehijauan
• Berbau busuk, anyir, amis, terasa gatal
• Jumlah cairan banyak

Bagaimana mencegah Keputihan ?
Menjaga kebersihan vagina (bersihkan dengan air bersih, sedangkan pemakaian cairan antiseptik hanya atas saran dokter).
Hindari celana dalam ketat terutama yang berbahan nylon, sebaiknya pakai bahan katun dan jangan lupa ganti setiap hari.
Membasuh atau membilas vagina dari depan ke belakang. Menghindari duduk di toilet umum (kecuali terpaksa, setelahnya bilas dengan air bersih sampai bersih) Ganti pembalut (di kala menstruasi) tepat waktu, dll.

Pesan Untuk Para Pria
Jika suatu saat pasangan anda mengalami keputihan, jangan merasa curiga atau menunjukkan muka masam cara terbaik yang harus anda lakukan adalah Bantulah pasangan anda untuk mengatasi masalah tersebut, bukan malah menambah kepanikan. Bisa saja keputihan yang dialami pasangan disebabkan non patologis, misalnya karena kecemasan. Kecemasan itupun banyak faktor pencetusnya. ContohNya: sedang banyak pekerjaan, lembur tiap hari atau jangan-jangan uang belanja kurang dan lain-lain. Intinya, jangan terlalu risau tapi jangan pula memandang sepele. Langkah terbaik adalah menghubungi dokter. Sebagai tambahan keputihan yang disebabkan bukan penyakit, misalnya karena alat kontrasepsi atau sebab lainnya, boleh saja berhubungan intim, tidak berpengaruh.

Attention….?
Keputihan tidak menyebabkan Kanker tetapi keputihan yang disebabkan penyakit dan dibiarkan tidak diobati sampai lama, adakalanya menyebabkan kemandulan karena penyebaran infeksi. Sedangkan keputihan yang bukan karena penyakit, tidak menyebabkan kemandulan.

Penyebab Keputihan
Seperti halnya gejala keputihan, penyebab terjadinya Keputihan dapat disebabkan kondisi non patologis (bukan penyakit), dan kondisi patologis (karena penyakit).

Penyebab Non Patologis (bukan penyakit) :
Saat menjelang Menstruasi, atau setelah Menstruasi
Rangsangan Seksual, saat wanita hamil
Stress, baik fisik maupun psikologis
Penyebab Patologis (karena penyakit) :
Infeksi Jamur (kebanyakan jamur Candida albicans )
Infeksi bakteri (kuman E. coli, Sthaphilococcos )
Infeksi Parasit jenis Protozoa (umumnya Trichomonas vaginalis )
Penyebab lain bisa karena infeksi Gonorhoe (GO / Kencing nanah ), Bisa pula karena sakit yang lama, kurang gizi, anemia, dan faktor kebersihan.

Hal lain yang juga dapat menyebabkan keputihan antara lain :
Pemakaian tampon vagina, celana dalam terlalu ketat, alat kontrasepsi, rambut yang tidak sengaja masuk ke vagina, pemakaian antibiotika yang terlalu lama dan lain-lain. Kanker leher rahim juga dapat menyebabkan keputihan, tetapi bukan berarti keputihan menyebabkan kanker. Informasi lebih lanjut bertanya kepada ahlinya adalah tindakan yang bijaksana.

Pengobatan
Pengobatan keputihan sudah barang tentu bergantung kepada penyebabnya. Untuk keputihan ringan, cukup dengan membersihkan dengan antiseptik vagina sesuai anjuran dokter anda. Sedangkan keputihan akibat infeksi, mutlak diperlukan anti infeksi. Pemilihan anti infeksi disesuaikan dengan jenis mikro-organismenya. Jika penyebabnya jamur, maka diberikan pengobatan anti jamur, jika karena bakteri diberikan antibiotik (sesuai jenis kuman), jika penyebabnya protozoa (Trichomonas vaginalis) diberikan obat anti parasit dan seterusnya.
Dalam pemilihan obat-obat di atas sebaiknya berdasarkan jenis mikro-organisme penyebab keputihan. Caranya dengan memeriksa cairan vagina untuk mengetahui jenis mikro-organisme. Sedangkan pemeriksaan lebih spesifik dan akurat untuk keputihan karena kuman adalah test kepekaan kuman. Test kepekaan ini dapat ditentukan jenis antibiotikanya.

Terapi Farmakologi:
Pemberian anti jamur biasanya berasal dari kelas azole derivate seperti ketokenazol (ketokenazole OG, Nizoral), Fluconazole (Diflucan), dan Itrakonazole (Sporanox).

1. Ketokenazole
Mekanisme kerja: mengubah permeabilitas dinding sel dengan menghambat cytochrome P450, menghambat biosintesis trigliserida dan fosfolipid jamur, menghambat beberapa enzim jamur, sehinggga konsentrasi hydrogen peroksida mencapai kadar toksik, menghambat sintesis androgen. Sebagai turunan imidazole, ketokenazole mempunyai aktifitas antijamur yang baik sistemik maupun nonsistemik, efektif terhadap candida, coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H.Capsulatum, Aspergillus, dan Sporothrix spp.
Farmakokinetik: ketokenazole merupakan antijamur sistemik peroralyang diserap baik oleh melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasmayang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi atau bersama antasida. Pengaruh makanan tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol. Setelah pemberian oral, obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, air ludah dan pada kulit yang mengalami infeksi. Kadar ketokonazol dalam cairan otak sangat kecil dan hanya ditemukan pada infeksi selaput otak. Dalam plasma 84% ketokonazol berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Sebanyak 15% berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk bebas. Sebagian besar dari obat ini mengalami metabolisme lintas pertama. Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif. Gangguan ginjal dan faal hati yang ringan tidak mempengaruhi kadarnya dalam plasma.
Indikasi: Mukosa sistemik, kandidiasis mukokutan resisten yang kronis, mukosa saluran cerna resisten serius, kandidiasis vaginal resisten yang kronis, infeksi dematofia pada kulit atau kuku tangan (tidak pada kuku kaki), profilaksis mikosa pada pasien imunosupresan.
Peringatan: Lakukan uji fungsi hati secara klinis dan secara biokimia untuk pengobatan yang berlangsung lebih dari 14 hari lakukan uji fungsi hati sebelum memulainya, 14 hari setelah dimulai kemudian selang sebulan sekali. Hindari pada porforia.
Interaksi obat: interaksi antimikroba, (antifungi, imidazole, dan triazol). Aritmia, Hindari pemberian bersama dengan astemizol atau terfenadina. Juga dihindari pemberian bersama cisaprid.
Kontaraindikasi: gangguan hati; kehamilan (teratogenitas pada hewan, pada kemasan cantumkan peringatan kehamilan) dan menyusui.
Efek samping: mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, ruam, urtikaria, pruritus, jarang trombositopenia, parestesia, fotofobia, pusing, kerusakan hati.
Peringatan: resiko terbentuknya hepatitis lebih besar jika diberikan lebih dari14 hari.
Dosis: Dewasa 200mg/hari bersama makan, biasanya untuk 14 hari.

2. Flukonazole
Mekanisme kerja: Mempengaruhi aktifitas Cytochrome P450, menurunkan sintesa ergosterol (sterol utama pada membran sel jamur) dan menghambat pembentukan membrane sel.
Farmakokinetik: Distribusi ke seluruh tubuh, menembus dengan baik CSS, mata, cairan peritorial, dahak, kulit dan urin. Difusi relativ dari darah ke CSS adekuat dengan atau tanpa inflamasi. Ikatan protein plasma 11-12%. Biovabilitas oral >90%. Waktu paruh eliminasi pada fungsi ginjal normal sekitar 30 jam. Waktu untuk mencapai puncak di serum lewat oral 1-2 jam. Ekskresi lewat urin (80% dalam bentuk utuh).
Indikasi: Lihat dalam dosis.
Peringatan: Gangguan ginjal, kehamilan (dosis tinngi menyebabkan teratogenik pada hewan) dan menyusui, peningkatan enzim hati.
Efek samping: Nausea, sakit perut, kadang lambung, gangguan enzim hati, kadang-kadang ruam, angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnsons pada pasien AIDS.
Dosis: 50 mg, 200 mg.

3. Itrakonazol
Mekanisme Kerja: Anti jamur sistemik turunan triazol yang erat hubungannya dengan ketokonazol juga dapat diberikan per oral. Aktifitas antijamurnya diduga lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol.
Farmakokinetik: Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila diberikan bersama makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari akan menghasilkan kadar puncak sebesar 0,5 ug/ml. Kadar ini lebih rendah dari kadar ketokonazol dengan dosis sama, tetapi kadar itrakonazol dalam jaringan lebih tinggi. Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).
Indikasi: Kandidosis orofarigis dan vulvo vaginal, ptyrisis versicolor, infeksi dermatofita lainnya, oncychomycosis, histoplasmosis, terapi alternative bila antijamur lain tidak cocok atau tidak efektif pada infeksi sistemik aspergilosis, kriptokosis, kandidosis termasuk meningitis, terapi pemeliharaan pada pasien AIDS, profilaksis infeksi jamur pada neutropenia bila terapi standar tidak cocok.
Peringatan: Hindari pemakaian pada riwayat gangguan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan bila pengobatan lebih dari 1 bulan atau bila timbul mual, anoreksia, muntah, lelah, sakit perut, atau urin berwarna gelap, gangguan fungsi ginjal, absorbs berkurang pada penderita AIDS dan neuropati perifer, kehamilan dan ibu menyusui.
Interaksi: Hindarkan penggunaan bersamaan dengan astemizol terfenadin dan cisaprin.
Efek samping: Mual, sakit perut, dyspepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, ruam, utikaria, angiodem, hepatitis dan ikterus kolestatik.
Dosis: 100 mg/hari.

Terapi non farmakologi:
• Penyakit keputihan sebenarnya dapat dicegah. Disarankan agar menjaga area genital tetap kering dan bersih. Kebanyakan kasus keputihan didiagnosis dan diobati sendiri oleh penderita (self-diagnose and treatment). Sebab, banyak wanita merasa malu mengutarakan penyakitnya atau beranggapan bahwa keputihan merupakan hal yang wajar dan tidak perlu diobati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar